Pengertian Gestun: Praktik Berisiko yang Dilarang OJK
News
| Tue, 13 May 2025, 13:14

Gesek tunai atau biasa disebut gestun merupakan istilah yang sudah familiar di dunia keuangan. Meskipun cukup dikenal, tidak semua orang memahami praktik ini secara menyeluruh. Banyak yang tergoda karena prosesnya cepat, hasilnya instan, dan tanpa prosedur yang berbelit. Padahal gestun menyimpan sejumlah risiko serius, baik dari sisi keuangan pribadi maupun dari sisi legalitas hingga menjadi kegiatan yang dilarang oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta Bank Indonesia.
Pemahaman menyeluruh tentang gestun penting dimiliki oleh siapa saja yang menggunakan kartu kredit, apalagi jika kerap bergantung pada alat pembayaran non-tunai tersebut untuk kebutuhan harian. Supaya tidak terjebak dalam praktik yang justru merugikan, penting untuk menelaah lebih dalam apa itu gestun, dampaknya, serta cara menghindarinya.
Apa Itu Gestun?
Gestun merupakan singkatan dari gesek tunai yang mengacu pada praktik proses pencairan dana dari kartu kredit melalui merchant atau toko yang tidak memiliki izin resmi sebagai tempat penarikan tunai. Secara teknis, kartu kredit digesek seolah-olah untuk membeli barang atau jasa dan pemilik kartu akan langsung menerima uang tunai ketika proses gesek selesai tanpa adanya transaksi riil terjadi.
Berbeda dari penarikan uang di ATM atau di bank, gestun menyamarkan transaksi tersebut sebagai pembelian biasa. Hal ini membuat sistem bank dan penerbit kartu kredit menganggapnya sebagai belanja, bukan sebagai penarikan uang.
Praktik ini sering ditawarkan oleh oknum merchant atau pihak ketiga yang mencari keuntungan dari selisih antara dana yang dicairkan dan nilai nominal yang dibebankan pada kartu kredit. Misalnya, seseorang ingin mencairkan Rp. 3.000.000, lalu merchant mengenakan biaya 5% sehingga yang masuk ke rekening hanya Rp. 2.850.000, sementara sisanya akan menjadi “komisi” untuk penyedia layanan gestun.
Kenapa Gestun Dilarang?
Gestun dikategorikan sebagai transaksi fiktif karena tidak disertai pembelian nyata, melainkan dimanipulasi dalam sistem seolah-olah terjadi transaksi, sehingga dianggap melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas keuangan. Bank Indonesia dan OJK secara tegas telah melarang praktik gestun. Bukan hanya merugikan pihak bank sebagai penerbit kartu, namun juga membahayakan stabilitas sistem pembayaran dan menimbulkan risiko pada perlindungan konsumen. Merchant yang ketahuan melakukan gestun berisiko kehilangan izin operasional dari bank dan dihentikan kerjasamanya secara sepihak oleh penyedia pembayaran. Gestun juga dapat memicu perilaku konsumtif dan gaya hidup boros karena memberikan ilusi akses cepat terhadap dana tunai, padahal dana tersebut sebenarnya berasal dari utang, bukan dari tabungan atau pendapatan riil.
Bahaya dan Dampak Negatif Gestun
- Membebani Keuangan Pribadi
Gestun kerap digunakan oleh mereka yang sedang membutuhkan dana cepat, tanpa sempat mempertimbangkan kemampuan membayar. Setelah uang dicairkan, tanggung jawab membayar tagihan kartu kredit tetap berjalan dan bunga kartu kredit akan terus bertambah setiap bulan meski pelaku gestun tidak sanggup membayar lunas. Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa memicu krisis keuangan sebab beban utang membengkak, sementara arus kas bulanan menjadi terganggu. Akhirnya akan banyak orang terjebak dalam lingkaran utang yang semakin sulit diselesaikan.
- Merusak Skor Kredit
Skor kredit atau credit score adalah indikator penting yang digunakan lembaga keuangan untuk menilai kelayakan pinjaman. Semakin tinggi skor kredit, semakin mudah seseorang mendapat persetujuan pinjaman dari bank atau lembaga pembiayaan. Jika seseorang kerap melakukan gestun dan gagal membayar tagihan tepat waktu, maka catatan kreditnya akan menurun. Hal ini akan berdampak pada kesulitan memperoleh pinjaman di masa depan, termasuk penolakan dalam pengajuan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), Kredit Kendaraan Bermotor (KKB), maupun limit kartu kredit tambahan.
- Risiko Penipuan dan Pencurian Data
Tidak sedikit kasus penipuan yang terjadi ketika seseorang mencoba gestun melalui media sosial atau platform daring karena praktiknya dilakukan di luar jalur resmi sehingga tidak ada dasar hukum yang dapat melindungi konsumen. Pelaku bisa saja membawa kabur data kartu kredit, atau bahkan menyalahgunakannya untuk transaksi ilegal. Pada akhirnya, pengguna dapat dirugikan secara finansial, dan perlu menempuh jalur hukum untuk mengajukan keberatan.
- Terjerat Masalah Hukum
Meski pengguna kartu belum dikriminalisasi secara langsung, praktik gestun tetap melibatkan pelanggaran regulasi. Pelaku yang membuka jasa gestun bisa dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atau hukum perbankan. Sedangkan merchant yang terlibat bisa dicabut kerjasamanya oleh pihak bank dan masuk daftar hitam sistem pembayaran. Status gestun sebagai transaksi fiktif membuat praktik ini tergolong dalam tindakan curang sehingga meski belum bisa diproses secara pidana, dampaknya terhadap reputasi dan kepercayaan cukup signifikan, baik untuk merchant maupun pengguna kartu.
- Menciptakan Ketergantungan Finansial
Gestun kerap dijadikan solusi jangka pendek atas masalah keuangan yang mana apabila dilakukan berulang-ulang bisa membentuk ketergantungan yang berbahaya. Seseorang bisa terbiasa mengandalkan utang instan sebagai sumber dana, tanpa mempertimbangkan rencana jangka panjang atau solusi yang lebih berkelanjutan. Kondisi ini juga memperparah gaya hidup konsumtif karena memberi kesan bahwa kebutuhan dapat dipenuhi kapan saja, selama limit kartu kredit masih tersedia. Padahal kenyataannya, semua itu tetap harus dibayar lengkap dengan bunga dan biaya lainnya.
Cara Menghindari Praktik Gestun
Mencegah tentu lebih mudah daripada mengatasi. Berikut beberapa langkah preventif yang dapat membantu agar terhindar dari jebakan gestun:
- Gunakan Kartu Kredit untuk Transaksi Riil
Kartu kredit idealnya digunakan untuk pembelian yang memang diperlukan, seperti belanja harian, pembayaran tagihan, atau pemesanan tiket perjalanan. Penggunaan untuk transaksi palsu hanya akan merugikan, baik dari sisi biaya maupun risiko keamanan.
- Rencanakan Anggaran Bulanan dengan Cermat
Mengetahui batas pengeluaran pribadi bisa mencegah kebiasaan gesek sembarangan. Pahami kebutuhan pokok, alokasikan dana darurat, dan hindari penggunaan kartu kredit untuk hal-hal yang tidak terlalu penting.
- Siapkan Dana Darurat
Dana darurat bisa menjadi penyelamat saat ada kebutuhan mendesak. Simpan minimal tiga hingga enam bulan biaya hidup dalam rekening terpisah agar tidak perlu mencari jalan pintas seperti gestun ketika butuh uang.
- Manfaatkan Layanan Pinjaman Legal
Jika membutuhkan dana tambahan, pilih lembaga yang telah terdaftar dan diawasi OJK. Prosedurnya mungkin lebih ketat, namun keamanannya jauh lebih terjamin. Banyak bank dan fintech saat ini menawarkan pinjaman tanpa agunan (KTA) dengan proses digital dan bunga bersaing.
- Edukasi Diri tentang Literasi Keuangan
Pemahaman dasar tentang sistem keuangan, bunga kartu kredit, biaya tersembunyi, dan risiko transaksi ilegal bisa membantu mengambil keputusan yang lebih bijak. Banyak sumber edukasi keuangan bisa diakses secara gratis melalui artikel, video, atau seminar daring.
Gestun mungkin terlihat seperti solusi cepat untuk kebutuhan dana mendesak. Namun, di balik kemudahan yang ditawarkan, praktik ini menyimpan berbagai risiko yang tidak bisa diabaikan. Mulai dari kerugian finansial, penurunan skor kredit, ancaman penipuan, hingga potensi pelanggaran hukum, semua menjadi ancaman nyata.
Penggunaan kartu kredit secara sehat dan bijak menjadi kunci agar tidak tergoda gestun. Perencanaan keuangan yang matang, penyediaan dana darurat, dan pemahaman terhadap regulasi bisa menjadi tameng pelindung dari praktik yang berisiko tinggi. Langkah terbaik bukan mencari jalan pintas, tapi membangun kebiasaan finansial yang bertanggung jawab. Stabilitas keuangan tidak terbentuk dalam semalam, melainkan dari kebiasaan kecil yang konsisten setiap hari.

Penulis Blog Ketoko